TEGAL – ”Ini adalah kisah dari negeri yang bisa terjadi apa saja. Warna hitam bisa dibuat menjadi warna putih, siang sekonyong-konyong bisa menjadi malam, orang miskin dalam sekejap bisa menjadi millioner, pesakitan tak berdosa bisa jadi terpidana, pedagang bisa jadi politikus, seniman bermetafora menjadi birokrat dan penguasa, pejabat pintar bisa menjadi dungu … ahhh …mungkin tidak gukup semua saya sampaikan dalam pementasan malam ini. Anda tidak akan menontonnya lebih dari dua jam. Karena lebih nyaman nonton telenovelasampai mabuk oleh iklan-iklan yang menghanyutkan. Apalagi kalau sambil menyeruput kopi panas dan mengunyah pisang goreng…” Dialog tersebut dimulai oleh Sang Dalang dalam pementasan teater dengan judul ”Dunia Seolah-olah” karya Yoyo C. Durahchman.
Adalah Teater Banyu Biru Politeknik Harapan Bersama Kota Tegal yang mementaskan lakon “Dunia Seolah-olah” karya Yoyo C. Durachman di Kampus 2 Politeknik Harapan Bersama KOta Tegal. Pementasan tersebut merupakan pementasan bagi anggota baru teater tersebut dalam takjub study pentas angkatan ke tiga. Insan seni dan mahasiswa pun mengapresiasi pertujukan yang hampir memakan waktu satu jam.
Dalam pementasannya hadir tokoh dengan karakter masing-masing memanjakan para apresiator seni, ada Dalang diperankan oleh April, Laki-laki 1 oleh Arik, Laki-laki 2 oleh Bagong, Ibu dan Perempuan Penggoda oleh Syasa serta Sinden oleh Zimah. Pementasan tesebut merupakan pemenatasan dari angkatan ke 3 Teater Banyu Biru.
Sesi tanya jawab pun menjadi akhir dari sebuah peristiwa pertunjukan tersebut, apresiator seni dianjak untuk tahu lebih dalam tentang proses kreatif para mahasiswa itu. Seperti seniman manusia nol Apas Khafasi mengapresiasi pementasan tesebut. ”Ini keberanian dari anggota baru untuk memilih model naskah ini, jadi ada tawaran baru untuk anggota yang baru. Bukan hanya mementaskan naskah standar yang biasa digunakan oleh teater-teater pada umumnya, naskah lakon seperti ini juga bisa menjadi alternatif untuk memperkaya kasanah seni pertujukan terutama anggota batu.” ujar Apas.
Sedangkan sutradara pementasan ”Dunia Seolah-olah” Uyung menyampaikan dalam diskusi tersebut bahwa proses yang dibutuhkan untuk menggarap pementasan itu selama tiga bulan. ”Kami latihan selama tiga bulan, dan akhirnya pada malam ini apa yang teman-teman lihat ya…seperti itu hasilnya.” ungkapnya
Hadir pula komunitas teater kampus, teater sekolah serta teater umum dari Semarang, Purwokerto, Brebes, Slawi dan daerah lain. Sabtu (14/4).