TEGAL – ”Penjara… Kuburan…apakah yang membedakan keduanya? Barangkali tak ada. Setiap orang tak ada yang ingin memikirkan keduanya. Berusaha sedapat mungkin tak bersentuhan dengannya. Orang tak ingin berhubungan dengan kuburan, karena selalu mengingatkan pada kematian. Dan orang tak mau berurusan dengan penjara, karena juga sering kali berujung kematian…” kalimat itu bisa didengar bila anda bekunjung ke pojok Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UPS Tegal, tepatnya di depan Sekre Teater Akar yang rutin setiap malam melakukan latihan naskah monolog Mayat Terhormat karya Agus Noor dan Indra Tranggono.

Sekelompok anak muda itu dalam waktu dekat akan menggelar sebuah pertunjukan monolog. Dengan mengusung naskah monolog karya Agus Noor dan Indra Tranggono yang dikemas manis, tragis dan humoris oleh teater Akar. Mayat Terhormat menceritakan berfokus pada tokoh Siwi, seorang juru kunci pemakaman umum. Di bagian awal, diperlihatkan Siwi sedang bermain-main dengan sebuah piring seng di dalam sebuah jeruji. Siwi menganggap piring seng tersebut sebagai satu-satunya teman yang bisa diajak bicara di dalam penjara. Kemudian, Siwi mulai berbicara ngelantur dengan menganggap piring set tersebut merupakan salah satu bagian dari aparat. Perbincangan mereka terhenti kala terdengar derap langkah kaki yang membuat mereka takut. Hal tersebut membuat Siwi yakin jika rakyat sipil seperti dirinya harus tunduk terhadap para penguasa.
Setelah suara derap kaki itu menghilang, Siwi kembali berbicara dan kali ini dengan membandingkan penjara dan kuburan sebagai tempat yang sama dan berujung pada kematian. Siwi lalu menceritakan jika kebanyakan mayat yang berada di pemakamannya adalah mayat-mayat yang meninggal dengan cara tidak sepantasnya, kebanyakan akibat dibunuh dengan cara yang kejam. Biarpun begitu, Siwi tetap menghargai mereka dan menganggap mereka sebagai mayat-mayat yang terhormat. Sinopis singkat itu coba diterangkan oleh sutradara Teuku Edward. ”Ini masih beberapa persen diawal cerita, belum di pertengahan dan diakhir cerita, pokonya kalau ingin tahu lebih jelas bisa tonton pementasan kami. ”tandasnya.

Teuku Edward selaku sutradara garapan monolog tersebut menyampaikan bahwa dirinya bersama tim sengaja mengambil naskah monolog Mayat Terhormat karena dari sisi konflik dan pesan sangat menggigit dan memiliki banyak pesan dari alur yang dibangun oleh tokoh utama yang bernama Siwi. ”Garapan monolog ini sengaja kami persiakan untuk ajang seleksi Pekan Seni Mahasiswa Tingkat Universitas Pancasakti Tegal yang rencananya akan di gelar pada tanggal 12 April 2018 di Kampus UPS Tegal Jalan Halmahera Kota Tegal. Kami sudah melakukan latihan rutin setiap hari selama dua bulan penuh, dan kami bersama tim sudah siap 100 persen untuk ikut seleksi.” ujar mahasiswa berambut gelombang itu.

”Kami berharap juga, melalui naskah Mayat Terhormat ini mampu menghantarkan Teater Akar ke Pekan Seni Mahasiswa Daerah Jawa Tengah 2018 dan memperoleh hasil yang lebih baik dari tahun sebelumnya yakni tahun 2016 yang mampu meraih juara ketiga. Semoga bisa lebih baik dari tahun sebelumnya.” tambah Edward. Senin (2/4).

Sedangkan Hanif, selaku aktor monolog dalam garapan tersebut menuturkan ketertariknnya mendami tokoh Siwi dan tokoh lain didalam naskah itu. ”Rutin dengan memahami karakter yang ada didalam naskah itu membuat saya merasa tertantang dan terus belajar mendalami tokoh Siwi. Ada kejutan-kejutan yang tak disangka, ada balutan-balutan situasi yang dapat membelalakan mata.” ujar Hanif.

Tim Produksi daalm garapan monolog Mayat Terhormat dari Teater Akar meliputi Aktor : Hanif, Musik : Bintang, Rizki Poles, Lighting: Mefy, Artistik: Inggit, Iswanto, Make Up Wardrob :Afi dan Sutradara : Teuku Edward.